Jalan Panjang Memperjuangkan Hak-Hak Buruh


Informasi terbaru Jalan Panjang Memperjuangkan Hak-Hak Buruh kami sediakan khusus untuk pembaca setia punyannyuh.blogspot.com, semoga informasi Jalan Panjang Memperjuangkan Hak-Hak Buruh memberikan pengetahuan lebih untuk kita semua.
Narasumber: Andi Syahrul (Direktur Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial  Kementerian Tenaga Kerja), Sukur Sarto  (Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia), Nining (Ketua Umum Kesatuan Aksi Buruh Indonesia, KASBI) dan Syaiful Taufik (Presiden Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia, OPSI).


Tanggal 1 Mei atau Mayday adalah hari buruh sedunia, sebuah momentum gerakan buruh dalam memperjuangkan hak-haknya. Tapi di Indonesia layaknya seremoni hari-hari keagamaan, dari tahun ke tahun nasib buruh tetap sama, yaitu dipekerjakan melalui agen atau outsourcing, dengan gaji yang tidak mencukupi,  kemudian jaminan sosial dan kesehatan juga terabaikan.
Unjuk rasa, sebagai upaya yang tepat namun kurang canggih, karena dinilai tidak membawa perubahan bagi kaum buruh. Bahkan, seperti kasus unjuk rasa di PT Drydock Batam oleh ribuah buruh, yang berakibat pabrik hancur dan buruh menganggur. Apakah kasus unjuk rasa ini masih relevan, dan bagaimana refleksi atau upaya Serikat Buruh dalam memperjuangkan hak-haknya.


Selama ini Anda bekerja atau memperjuangkan nasib teman-teman dalam hubungan industrial baik dalam sebuah ruang Tripartit ataupun dewan pengupahan. Kira-kira bagaimana refleksi atau catatan Anda dalam segala kegiatan para serikat kerja selama ini?

Sukur Sarto: Saya di konfederasi serikat pekerja mulai dari tahun 1974, dalam memperjuangkan kepentingan para pekerja memang bertahap, semisal dahulu kita memperjuangkan tentang upah, tapi yang diberikan pertama adalah dasar kebutuhan fisik minimum. Walaupun kondisi teman-teman buruh sebenarnya masih dalam keadaan yang memprihatinkan, karena kebutuhan fisik minimum ukurannya kalori yang hanya sekadar untuk makan dan pakaian, dan ini merupakan perjuangan bertahun-tahun. Kemudian kebutuhan hidup minimum meningkat, tidak hanya sekadar makan dan pakaian, tapi juga bisa tentang kebutuhan perumahan.
Ternyata hingga sekarang, kita berjuang sampai dengan buruh itu layak baru mencapai angka 83 persen dari kebutuhan hidup minimum. Sekarang tiba saatnya kita mencapai konsep upah yang harus memiliki kehidupan layak. Ironisnya  hingga akhir 2009, bahkan terakhir hingga awal 2010,  upah minimum baru mencapai 85 persen, padahal antara kebutuhan hidup layak dengan kebutuhan hidup minimum bedanya hanya 11 persen, artinya upah minimum masih 4 persen di bawah upah kehidupan minimum.
Ini juga memprihatinkan karena kita terlalu lemah dalam bernegosiasi dengan pemerintah ataupun pengusaha, anehnya upah minimum sebagai standar gaji yang diberikan pemerintah dan pengusaha harusnya dirundingkan sehingga menjadi upah standar, dan ini yang selalu kita tidak setuju atau tolak. Tapi pelaksanaan di lapangan, baik di kabupaten/kota maupun provinsi, upah minimum selalu dirundingkan. Masalahnya adalah, upah minimum itu menjadi upah standar, padahal orang bisa produktif, dan punya inovasi kerja harusnya dihargai secara profesional. Dan upah ini rata-rata sekitar 150 persen รข€" 170 persen dari kebutuhan hidup layak, dan ini yang masih sulit diperjuangkan. Banyak sekali perubahan-perubahan strategi perusahaan seperti outsourcing, sistem kontrak kerja yang sebenarnya buruh tidak setuju. Seperti di Drydoc, upah minimum yang diterima jauh dari upah minimum yang berlaku di Batam. Anehnya lagi di sana, kalau buruh telat sedikit, langsung  dipotong, berulah sedikit di potong, nganggur sedikit dipotong. Mengapa demikian, karena kontrak kerja di sana ada tahapan-tahapannya, dari tangan ke tangan sehingga keadaannya lebih parah. Itu sudah lama dan kita pun sudah mengirim surat kepada pemerintah untuk menanggulangi itu.

Perjuangan Anda panjang, dari tahun 1974, tapi pencapaiannya belum mendapatkan hasil yang memuaskan, apa  kendalanya. Apakah karena Pemerintah kurang kontrol atau membiarkan ini menjadi pembicaraan, yang akhirnya menjadi tarik ulur antara pengusaha, pemerintah dengan serikat pekerja?

Sukur: Kita sebenarnya mencoba meyakinkan semua,  pemerintah kita yakinkan, dan pengusaha kita yakinkan, apakah  arti produktivitas, sekarang tidak ada satu perusahaan pun yang membuat pekerja itu bangga dengan perusahaannya.

Mbak Nining, KASBI juga berunjuk rasa, kira-kira dalam catatan Mbak dengan segala upaya teman-teman konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, dalam hubungan tripartit dan Dewan Pengupahan seperti apa?

Nining: Saya berangkat dari buruh pabrik, kemudian menjadi pengurus tingkat konfederasi, hingga sekarang. KASBI adalah konfederasi keempat di Indonesia yang sampai saat ini tidak diberikan hak politiknya. Di mana hari ini kita melihat, secara sistem ekonomi, politik, sosial dan budaya, bahwa masyarakat secara umum, khususnya buruh, semakin dieksploitasi dan semakin tidak mendapatkan perlindungan yang mestinya mereka dapatkan. Kita bisa lihat kondisi riil dalam ketenagakerjaan, di mana kaum buruh semakin tidak mendapat upah yang layak.
Kemudian semakin tidak mendapatkan kepastian kerja, karena adanya sistem kontrak atau outsourcing. Kemudian tugas dari sebuah organisasi tentunya bagaimana kita mengkonsolidasi, mengorganisir dan membangun persatuan buruh yang lebih luas untuk bersama-sama menyelesaikan problem yang dihadapi rakyat, yang secara  umum perlu diperjuangkan bersama-sama. Karena kita tahu, kaum pemodal, di mana pemerintah kali ini menganut sistem neoliberalisme, kapitalisme yang akhirnya meliberalkan dan melarikannya ke pasar bebas, yang berarti negara melepas tanggung jawabnya sebagai pengelola negara.

Sampai saat ini  ada organisasi yang tidak diberikan hak politiknya, dan perjuangan Pak Sukur dari konfederasi serikat buruh masih sulit memperjuangkan upah minimum, menurut Pak Andi apakah pemerintah kurang gigih atau bagaimana, bila  berhadapan dengan para pengusaha?

Andi: Pertama, perjalanan panjang peranan Pak Sukur dalam memperjuangkan hak berserikat, dan sekarang  sudah ada kemerdekaan berserikat, kini ada kurang lebih 90 konfederasi. Dan konfederasi-konfederasi ini harus berjuang di masing-masing perusahaan untuk memperoleh upah di atas batas upah minimum.

Sampai ada peristiwa di Drydock, dari tangan ke tangan hingga situasi chaos. Di mana peran pemerintah?

Andi: Kita lihat itu ada persoalan-persoalan yang menumpuk, kemudian meledak ketika etnis India dengan serikat pekerja Indonesia terjadi bentrok. Dan tim di sana sudah melihat ada permasalahan budaya. Yang penting di sini tentang atura-aturan outsourcing, bahwa harus ada keaktifan dari pekerja yang dilanggar haknya  bisa dibawa ke pengadilan.

(Interaktif)
Arifin: Satu permasalahan mendasar, yang pertama perusahaan yang ingin tetap survive, di sisi lain pekerja atau buruh ingin sejahtera. Di sini saya melihat pemerintah tidak peduli terhadap persoalan buruh dengan perusahaannya, karena batasan mana kelompok buruhnya, mana kelompok pengusahanya belum jelas.

Syaiful: Begitu banyak persoalan buruh yang dihadapi, seperti fenomena gunung es, artinya yang keliatan baru pucuknya, tapi di bawahnya begitu banyak persoalan yang tidak terlihat. Misalnya, masalah upah pekerja, bagaimana mereka bisa mendapatkannya, jika dalam posisi bargaining mereka dilibas. Persoalannya sekarang adalah, apakah Pemerintahan Presiden SBY mempunyai political will tidak, untuk mengatasi martabat kaum buruh. Bukti nyatanya dia mengangkat menteri yang tidak punya background dalam bidang perburuhan. Persoalan lainnya adalah, jaminan sosial, sekarang betapa banyaknya buruh yang tidak diikut sertakan dalam program Jamsostek. Dan yang paling penting, yaitu masalah penegakkan hukum yang lemah di negeri ini, yaitu di bidang ketenagakerjaan dengan contoh kecilnya kasus Drydock.

Terhadap upaya teman-teman konfederasi Serikat Buruh, Anda punya evaluasinya tidak?

Syaiful: Jelas, kita semua tidak maksimal. Banyak kasus para ketua serikat buruh dipecat, kami sudah lapor ke ketenagakerjaan, kita sudah lapor ke polisi tapi tidak ada follow up. Sampai saat ini saya bilang, kondisi buruh masih sangat memprihatinkan, dan dibutuhkan tangan pemerintah untuk mengangkat martabat kaum buruh, dan pengusaha tidak perlu takut jika buruh berserikat.

Ke Pak Sukur, tadi ada tanggapan dari pendengar, menurut Bapak bagaimana?

Sukur: Problemnya sekarang banyak perusahaan yang tidak profesional, banyak yang menggencet pekerjanya.

Ada kabar bahwa upaya serikat buruh ini tidak maksimal, karena pimpinan serikat buruhnya di elus-elus seperti itu, adakah catatan menurut Mba Nining?

Nining: Hingga saat ini tidak ada serikat buruh yang menang, karena pemerintah tidak berpihak pada para pekerja, kalau saja pemerintah berpihak pada buruh, maka tidak akan terjadi PHK di mana-mana. Kita bisa lihat dari data Kementerian Ketenagakerjaan, angka PHK mencapai 52.226 dalam satu minggu di 18 provinsi, itu data per 22 Mei 2009.

Bagaimana penyelesaiannya Pak Andi, sesudah kita dengar permasalahan yang disampaikan Pak Syaiful dan Mba Nining?

Andi: Tadi disebutkan penegakkan hukum yang lemah, dan permasalahan lainnya. Persolannya banyak pemerintah daerah yang menganggap, tidak penting pengawasan tentang perburuhan sehingga dibiarkan saja. Oleh karenanya negosiasi menjadi sangat lama,  sampai terbit Perpres No. 21 Tahun 2010, yang baru dikeluarkan. Jadi sekarang ada koordinasi yang harus dilakukan dari tingkat nasional hingga ke bawah.

Kalau sudah tahu pengawasannya lemah Pak, kenapa tidak diperkuat dengan pengawasan di tingkat pusat, ada suntikan misalnya kepada tingkat kabupaten?

Andi: Itu sudah dilakukan, tetapi persoalannya ada pembiaran- pembiaran semacam itu, dan tidak diambil ke atas dan  ini yang menjadi persoalannya.

Nining: Tapi sangat aneh di perburuhan, yaitu problem pengawasannnya. Karena adanya otonomi daerah, yang berpeluang menyebabkan pengawasan dari pusat yang lemah, karena kekurangan sumber daya manusia dan tenaga. Dan ini yang dari dulu selalu menjadi kelemahan

Andi: Pengawasan lemah karena di daerah, ruang Depnaker tidak punya kepentingan disitu.

(Interaktif)
Dudit: Pemerintah saja tidak  tanggap dengan kasus penghinaan ekspatriat India terhadap buruh Indonesia, di Drydock. Kemudian, Menteri sekarang ini tidak kompeten. Terakhir, tidak semua pengusaha itu berafiliasi dengan pemerintah, lihat saja buruh yang di tekan gila-gilaan.

Muhamad: Bukan hanya di Papua saja, tapi juga di seluruh tanah air, yang namanya korupsi beserta koruptor harus diberantas dari akar-akarnya. Saya mau tanya, berapa upah minimum yang ditetapkan pemerintah?

Syaiful: Besar upah minimun berdasarkan tingkat wilayah kabupaten atau kota. Diakui memang masih sangat lemah, persoalannya juga bukan masalah otonomi daerah, tetapi ketika kita melapor ke pusat pun tidak ada tindakan apa-apa. Maka balik lagi, bahwa seharusnya ada political will dari pemerintah, ada tidak keseriusan untuk melindingi harkat dan martabak para pekerja, yang sesungguhnya mereka adalah pelaku ekonomi yang harus dimuliakan. Dan jangan di anggap sebagai kaum dhuafa yang patut dikasihani dengan diberikan BLT. Sudah saatnya paradigma pemerintah terhadap kaum buruh ini diubah. Cuma yang saya tegaskan adalah hubungan ketenagakerjaan, dalam hal ini outsourcing, jangan dilihat sebagai efisiensi ekonomi belaka.

Irvan: Kira-kira apa yang mesti dibenahi pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan?
Andi: Tahun ini akan memperbanyak pengawas, di mana pengawas di tingkat pusat  harus ada koordinasi dan perencanaan tiap tahunnya. Oleh karena itu sekarang tiap tahun harus ada peta pengawasan itu.

Nining: Kalau Pemerintah tidak punya keseriusan atas kepastian kerja dan upah yang layak bagi kaum buruh, dan bagaimana memberikan jaminan perlindungan kesehatan terhadap rakyat  umum, dan khususnya para pekerja. Seharusnya pemerintah membangun hubungan industrial yang transparan yang bisa dikontrol oleh para pekerja. Ketika terjadi pelanggaran hukum, maka siapapun dia harus ada tindakan tegas.

Sukur: Kalau pemerintah atau negara ini mau maju, tentu harus memberikan upah berdasar profesionalisme. Pemerintah yang profesional, pengusaha yang profesional akan menghargai para pekerjanya. Dan itu tugas pemerintah itu, jangan pemodal-pemodal itu yang dibela terus.

Syaiful: Esensinya kita sebagai buruh membutuhkan empat hal, yaitu perlindungan upah, perlindungan kesehatan, perlindungan hak berserikat, dan perlindungan sosial (social security). Sekarang buruh masih menjadi kaum yang termarginalkan, dan pemerintah belum menunjukkan keseriusannya pada  kaum buruh, lalu pengusaha terlalu asyik dalam aktivitasnya tanpa berusaha mengangkat harkat martabat buruh.
Tinggalkan komentar anda tentang Jalan Panjang Memperjuangkan Hak-Hak Buruh jika anda suka dengan artikel yang kami suguhkan.

0 komentar:

Posting Komentar