Teks Lengkap Tulisan Kol. Adjie Suuradjie di Harian Kompas


Informasi terbaru Teks Lengkap Tulisan Kol. Adjie Suuradjie di Harian Kompas kami sediakan khusus untuk pembaca setia punyannyuh.blogspot.com, semoga informasi Teks Lengkap Tulisan Kol. Adjie Suuradjie di Harian Kompas memberikan pengetahuan lebih untuk kita semua.
Pemimpin, Keberanian, dan Perubahan
Oleh: Adjie Suradji

Terdapat dua jenis pemimpin cerdas, yaitu pemimpin cerdas saja dan pemimpin cerdas yang bisa membawa perubahan.

Untuk menciptakan perubahan (dalam arti positif), tidak diperlukanpemimpin sangat cerdas sebab kadang kala kecerdasan justru dapatmenghambat keberanian. Keberanian jadi satu faktor penting dalamkepemimpinan berkarakter, termasuk keberanian mengambil keputusan danmenghadapi risiko. Kepemimpinan berkarakter risk taker bertentangandengan ciri-ciri kepemimpinan populis. Pemimpin populis tidak beranimengambil risiko, bekerja menggunakan uang, kekuasaan, dan politikpopulis atau pencitraan lain.

Indonesia sudah memiliki lima mantan presiden dan tiap presidenmenghasilkan perubahannya sendiri-sendiri. Soekarno membawa perubahanbesar bagi bangsa ini. Disusul Soeharto, Habibie, Gus Dur, dan Megawati.

Soekarno barangkali telah dilupakan orang, tetapi tidak dengansebutan Proklamator. Soeharto dengan Bapak Pembangunan dan perbaikankehidupan sosial ekonomi rakyat. Habibie dengan teknologinya. Gus Durdengan pluralisme dan egaliterismenya. Megawati sebagai peletak dasardemokrasi, ratu demokrasi, karena dari lima mantan RI-1, ia yangmengakhiri masa jabatan tanpa kekisruhan. Yang lain, betapapun besarjasanya bagi bangsa dan negara, ada saja yang membuat mereka lengsersecara tidak elegan.

Sayang, hingga presiden keenam (SBY), ada hal buruk yang tampaknyabelum berubah, yaitu perilaku korup para elite negeri ini. Akankahkorupsi jadi warisan abadi? Saatnya SBY menjawab. Slogan yang diusungdalam kampanye politik, isu ”Bersama Kita Bisa” (2004) dan ”Lanjutkan”(2009), seharusnya bisa diimplementasikan secara proporsional.

Artinya, apabila pemerintahan SBY berniat memberantas korupsi,seharusnya fiat justitia pereat mundusâ€"hendaklah hukumditegakkanâ€"walaupun dunia harus binasa (Ferdinand I, 1503-1564). Bukancukup memperkuat hukum (KPK, MK, Pengadilan Tipikor, KY, hingga SatgasPemberantasan Mafia), korupsi pun hilang. Tepatnya, seolah-olah hilang.Realitasnya, hukum dengan segala perkuatannya di negara yang disebutIndonesia ini hanya mampu membuat berbagai ketentuan hukum, tetapi takmampu menegakkan.

Quid leges sine moribus (Roma)â€"apa artinya hukum jika tak disertaimoralitas? Apa artinya hukum dengan sedemikian banyak perkuatannya jikamoral pejabatnya rendah, berakhlak buruk, dan bermental pencuri,pembohong, dan pemalas?

Keberanian
Meminjam teori Bill Newman tentang elemen penting kepemimpinan, yangmembedakan seorang pemimpin sejati dengan seorang manajer biasa adalahkeberanian (The 10 Law of Leadership). Keberanian harusdidasarkan pada pandangan yang diyakini benar tanpa keraguan danbersedia menerima risiko apa pun. Seorang pemimpin tanpa keberanianbukan pemimpin sejati. Keberanian dapat timbul dari komitmen visi danbersandar penuh pada keyakinan atas kebenaran yang diperjuangkan.

Keberanian muncul dari kepribadian kuat, sementara keraguan datangdari kepribadian yang goyah. Kalau keberanian lebih mempertimbangkanaspek kepentingan keselamatan di luar diri pemimpinâ€"kepentinganrakyatâ€"keraguan lebih mementingkan aspek keselamatan diri pemimpin itusendiri.

Korelasinya dengan keberanian memberantas korupsi, SBY yang dipilihlebih dari 60 persen rakyat kenyataannya masih memimpin sepertisebagaimana para pemimpin yang dulu pernah memimpinnya.

Memang, secara alamiah, individu atau organisasi umumnya akanbersikap konservatif atau tak ingin berubah ketika sedang berada diposisi puncak dan situasi menyenangkan. Namun, dalam konteks korupsiyang kian menggurita, tersisa pertanyaan, apakah SBY hingga 2014 mampumembawa negeri ini betul-betul terbebas dari korupsi?

Pertanyaan lebih substansial: apakah SBY tetap pada komitmenperubahan? Atau justru ide perubahan yang dicanangkan (2004) hanyatinggal slogan kampanye karena ketidaksiapan menerima risiko-risikoperubahan? Terakhir, apakah SBY dapat dipandang sebagai pemimpin yangmemiliki tipe kepemimpinan konsisten dalam pengertian teguh dengankarakter dirinya, berani mengambil keputusan berisiko, atau justrumenjalankan kepemimpinan populis dengan segala pencitraannya?

Indonesia perlu pemimpin visioner. Pemimpin dengan impian besar,berani membayar harga, dan efektif, dengan birokrasi yang lentur. Tidakada pemimpin tanpa visi dan tidak ada visi tanpa kesadaran akanperubahan. Perubahan adalah hal tak terelakkan. Sebab, setiap individu,organisasi, dan bangsa yang tumbuh akan selalu ditandai oleh perubahan-perubahan signifikan. Di dunia ini telah lahir beberapa pemimpin negarayang berkarakter dan membawa perubahan bagi negerinya, berani mengambilkeputusan berisiko demi menyejahterakan rakyatnya. Mereka adalahPresiden Evo Morales (Bolivia), Ahmadinejad (Iran), dan Hugo Chavez(Venezuela).

Indonesia harus bisa lebih baik. Oleh karena itu, semoga di sisawaktu kepemimpinannyaâ€"dengan jargon reformasi gelombang keduaâ€"SBY bisamemberikan iluminasi (pencerahan), artinya pencanangan pemberantasankorupsi bukan sekadar retorika politik untuk menjaga komitmen dalammembangun citranya. Kita berharap, kasus BLBI, Lapindo, Bank Century,dan perilaku penyelenggara negara yang suka mencuri, berbohong, danmalas tidak akan menjadi warisan abadi negeri ini. Sekali lagi, seluruhrakyat Indonesia tetap berharap agar Presiden SBY bisa membawaperubahan signifikan bagi negeri ini.

Adjie Suradji, Anggota TNI AU
Tinggalkan komentar anda tentang Teks Lengkap Tulisan Kol. Adjie Suuradjie di Harian Kompas jika anda suka dengan artikel yang kami suguhkan.

0 komentar:

Posting Komentar